Sabtu, 26 Maret 2011

Pengobatan Mengunakan Lintah

Pengobatan modern kini mulai melirik lintah, binatang pengisap darah yang sering dibenci orang. Ternyata lintah bisa meringankan rasa sakit sekaligus melancarkan peredaran darah.
Memang sejak banyak orang sembuh setelah memanfaatkannya, lintah (Hirudo medicinalis) mulai naik daun. Di berbagai rumah sakit dan tempat praktik dokter di Jerman kini bisa ditemukan lintah untuk penyembuhan. Bahkan di sana setiap tahun sekitar 250.000 ekor lintah digunakan untuk mengatasi perdarahan. Selain itu ia juga dimanfaatkan dalam operasi plastik.
“Kadang-kadang kita meletakkan lintah juga di dalam mulut,” kata Martin Klein, dokter bedah di Klinik Virchow, Berlin. “Misalnya, setelah operasi pipi, jika suatu bagian pada kulit menjadi biru. Tapi, tentu saja si penunggu harus mengamati sepanjang waktu agar pasien tidak menelan lintah itu.”
Hasilnya, selain melancarkan aliran darah, lintah juga mengurangi rasa sakit. Metode penyembuhan dengan lintah merupakan tatacara yang tersisa dari Abad Pertengahan. Pada masa itu pasien yang mengalami masalah pada sendi lutut akan merasa lebih baik setelah menempelkan lintah pada lukanya selama beberapa minggu.
Namun pada abad XIX penggunaan lintah secara eksesif di fakultas kedokteran sempat ketinggalan zaman, tergusur oleh kelelawar yang waktu itu sedang booming. Namun kenyataannya para dokter tetap membutuhkan jutaan binatang untuk pengobatan yang menggunakan isapan. Lintah pun tetap digunakan sebagai salah satu penyembuh serba guna. Hewan ini bisa dimanfaatkan oleh penderita skizofrenia maupun depresi, juga untuk merangsang mata, mengempiskan lidah bengkak, dan meringankan sakit usus buntu serta perdarahan.
Kini lintah bahkan diakui sebagai penolong manusia. Di kerongkongan tempat isapannya terdapat tiga rahang yang berbentuk seperti setengah gergaji yang dihiasi sampai 100 gigi kecil. Dalam waktu 30 menit lintah bisa menyedot darah sebanyak 15 ml – kuota yang cukup untuk hidupnya selama setengah tahun. Air ludahnya pun mengandung zat aktif yang sekurang-kurangnya berisi 15 unsur. Contohnya, zat putih telur hirudin yang bermanfaat untuk mengencerkan darah, dan mengandung penisilin.
Kemampuan lintah rupanya menarik perhatian Manfred Roth. Maka, sejak sepuluh tahun lalu ahli zoologi dan pencinta binatang “haus” darah ini menjadi pengelola dan pengimpor lintah satu-satunya di Jerman. Di bekas rumah-rumah kaca untuk sayuran, ia mengembangbiakkan binatang tersebut di antara tumbuhan air, seperti bunga teratai, di kolam berair jernih dengan kontrol kebersihan yang ketat. Setidaknya ada 19 kolam tempat pemeliharaan. Tahun ini saja, dari sini 100.000 ekor lintah telah dipak dengan menggunakan kain basah dan styrofoam pelindung dan dikirimkan kepada para dokter, klinik, dan tabib.
Mungkin karena kemampuan lintah tadi, dalam Bahasa Inggris seorang tabib pada Abad Pertengahan dianggap sebagai leechers. Orang Teuton (Jerman kuno) mengartikan kata leech hampir sinonim dengan kata “penyembuh”. Dhanvantari, salah seorang dewi India, dalam Ayurveda digambarkan memegang seekor lintah di salah satu dari empat tangannya.

Minggu, 20 Maret 2011

bahaya pemanasan global


Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.